Berangkat dari kawan kami itulah, kami lebih mantab menyusun rencana, dengan berbekal info LMS (Long Message Service karena kami terus-terusan menteror Kang Agung dengan pertanyaan-pertanyaan kami seputar Cirebon dan dijawab panjang lebar), maka kami menyusun rencana itu seperti telah kami resumekan di atas. Kami berangkat dari Bandung pukul 06.00 WIB, sebetulnya pengen lebih pagian biar ga terlalu siang di Cirebon, tapi dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami sepakat berangkat (start dari Dipati Ukur) pukul 06.00. Naik angkot 07 menuju terminal Cicaheum, dan sampai di terminal pukul 06.30, pas lagi ada bus patas AC Bhineka yang stand by di luar dan siap berangkat. Soal bus ini, terus terang kami kurang informasi kawan, sebetulnya ada yang ga AC, tapi konon katanya ngetemnya lebih lama. Karena kami mengejar waktu kamipun tanpa kompromi naik bus itu yang siap membawa kami ke Cirebon.
Bus secara resmi berangkat pukul 07.00, dengan penumpang yang ala kadarnya sehingga kami leluasa untuk hijrah dari satu kursi ke kursi yang lain. Acnya distel kenceng banget, sampe nyaris beku kami. Perjalanan berhenti untuk istirahat di Sumedang sekitar 15 menit, dan berangkat kembali. Singkat cerita kami turun di terminal Harjamukti kurang lebih pukul 11.00, dan perjalananpun dimulai. Cuaca aga mendung, sehingga muncul kekhawatiran turun hujan, sehingga apa yang sudah kami rencanakan bisa amburadul, karena tajuk perjalanan ini adalah jalan kaki, maka bisa terganggu donk kalau hujan (masa harus pake jas ujan atau payung, ga keren ah…^^). Pertama kami menginjakkan kaki di terminal, tujuan utama kami adalah toilet (karena Acnya dingin banget) sambil menyusun strategi dengan menyetel wajah sepribumi mungkin biar tidak terkesan pendatang banget, karena konon, para tukang becak dan angkot sangat agresif terhadap pendatang, atau bermuka pelancong seperti kami.
Karena tujuan pertama kami adalah Kraton Kanoman, maka menurut sumber yang kami percaya kami harus berjalan terlebih dahulu ke belakang terminal melewati pangkalan angkot menuju ke desa Dukuh Semar ke arah pertigaan arah ke Jalan Drajat. Rutenya, keluar terminal lewat pintu samping bagian belakang, belok kiri, terus luruuuuus aja, nanti ketemu pangkalan angkot, belok kiri, terus luruuuus sampe nemu pertigaan kemudian nyebrang. Saran dari kami buat kawan-kawan, alangkah baiknya kalau kawan-kawan tidak bertanya kepada tukang angkot atau tukang becak, sebaiknya kawan-kawan bertanya sama petugas berseragam seperti polisi atau satpam atau pegawai dinas lalu lintas jalan raya (DLLAJR) seperti yang kami lakukan. Saat melewati pangkalan angkot ini, angkot apapun dengan jurusan manapun akan bersedia mengantar kita (by request lah), tapi ya itu, biayanya gila-gilaan. Kami sempat ditawari angkot yang bersedia mengantar kami ke Kanoman, tarifnya Rp. 25.000. ga masuk akal kan, tapi itulah salah satu sisi Cirebon, keramahan mereka terkadang terasa lain bagi para pendatang.
Setelah nyampe di pertigaan yang dimaksud, kami menyebrang. Infonya kami bisa naik angkot D5 ke Kanoman, untuk memastikan kami bertanya pada bapak petugas DLLAJR, dan jawabannya, 100 buat kami. Setelah angkot yang dimaksud nongol, konfirmasi berikutnya kami lakukan, “Ke keraton Kanoman pak?” sejenak tukang angkotnya berfikir lalu menjawab, “Yak”, kamipun naik. Ternyata angkot di sini pun seperti Cimahi, biarpun rutenya bener tapi harus di request dulu. Tarifnya Rp. 2.500, dan Cuma 10 – 15 menitan sampai di gerbang kraton Kanoman. Setelah kami diturunkan (tepatnya disuruh turun karena udah nyampe ceuna), kami pun menuruti kemauan bapak tukang angkot itu. Sumpah kami bingung, mana keratonnya, hanya ada gapura yang tidak menunjukkan kalimat Kraton Kanoman sama sekali, by feeling kamipun memasuki gang itu dengan penuh percaya diri. Kami jalan mengikuti arus sampai ada perempatan dan papan penunjuk arah, KRATON, kamipun belok kanan. Setelah melalui perumahan penduduk kami sampai di pasar dan disebelah kanannya berdiri megah, KRATON KANOMAN.
0 comments:
Post a Comment