Start dari Dipati Ukur ya, biar gampang...anggap dari Museum tadi udah kembali ke Markas MPK di Dipati Ukur...:) (harus setuju). Untuk menuju Gedung Sate dari Dipati Ukur dapat ditempuh dengan berbagai kendaraan, pertama angkot 07, jurusan Cicaheum – Ciroyom ke arah Caheum, kedua angkot Riung – Dago ke arah Riung, ketiga jalan kaki via Gasibu.
Cara pertama, angkot 07, berwujud kijang kapsul warna hijau dan beroperasi 24 jam. Naiklah dengan kaki terlebih dahulu (kalau dengan kepala akrobat namanya..^^), bayar Rp. 1.500, atau jika kawan-kawan sekalian punya nyali atau kecepatan lari di atas rata-rata, cukup bayar Rp. 1.000, turunnya tidak pas depan Gedung Sate, tapi depan lapangan Gasibu depannya Gedung Sate. Ketika turun, kawan-kawan harus menyebrang terlebih dahulu dan berjalan luruuuuuuus ke depan untuk sampai di Gedung Sate. Tidak jauh, karena sudah nampak gedungnya.
Skenario kedua, angkot Riung – Dago, berwujud carry warna putih dan beroperasi (tidak) 24 jam, kali ini tidak ada opsi Rp. 1.000, jadi minimal Rp. 1.500, atau jika kawan-kawan pake pecahan Rp. 2.000, jangan harap dapat kembalian, jadi pake uang pas saja. Turunnya, sedikit lagi pas depan Gedung Sate, alias tidak pas depan Gedung Sate...^^, tapi lebih dekat daripada skenario pertama. Jika angkot 07 turun pas di depan lapangan Gasibu, angkot Riung ini akan mereduksi jarak melintasi lapangan yang lebar, tepatnya turun di depan Kantor Pos yang masih berada dalam lingkungan Kompleks Gedung Sate. Tinggal nyebrang dan sampai di trotoar Gedung Sate.
Skenario ketiga, jalan kaki, dianjurkan ketika hari Minggu pagi atau hari biasa di sore hari. Kenapa begitu? Dari Dipati Ukur kita masuk ke kawasan taman Gasibu, depan Monumen Perjuangan Rakyat Bandung. Jika hari Minggu disini terdapat pasar tumpah/ pasar minggu/ lebih umum disebut Gasibu saja. Para pedagang tumpah ruah dari depan Monumen Perjuangan Rakyat Bandung sampe sekitar kanan-kiri Gedung Sate, tinggal ikuti keramaian, maka kawan-kawan akan sampai di Gedung Sate. Kalau non hari Minggu, jalanan akan nampak panjang dan jauuuuuuh karena sepi, apalagi siang terik, tweweweng...kerasa, kalau sore, beda lagi, banyak yang olahraga, pacaran dan lain sebagainya, jadinya tidak terasa untuk berjalan menuju Gedung Sate. Luruuuuuuuus aja ikuti taman, Gedung Sate dan Monumen Perjuangan Rakyat Bandung secara simetris saling berhadapan dalam garis lurus. Jika kita berdiri di halaman monumen memandang lurus ke depan akan nampak Gedung Sate, pun sebaliknya...:p, demikianlah sekilas rute menuju Gedung Sate. BTW, apakah itu Gedung Sate?? Apakah tempat para penjual sate? Ataukah gedung yang menyerupai sate? Ikuti ceritanya...
Gedung Sate nampak luar |
Gedung Sate nampak dalam |
Gedung ini sangat unik karena memadukan beberapa aliran arsitektur, Jendelanya mengambil tema moor dari Spanyol, sedangkan bangunan utamanya beraliran Renaissance Italia. Menaranya mengambil aliran Asia, seperti kebanyakan bentuk Pagoda di Thailand. Dipuncaknya terdapat “sate” dengan ornamen 6 sate (entah sate ayam atau daging :p, bulet-bulet, ada yang bilang melati ada yang bilang jambu air, ntah yang bener yang mana). Berjumlah enam untuk menandakan biaya pembuatan gedung ini sebesar 6 juta Gulden. Nah karena bentuk atapnya itulah, orang-orang kemudian lebih akrab menyebut gedung ini dengan sebutan gedung sate. Gedung ini menghadap ke utara, menghadap ke Gunung Tangkuban Perahu, disebelah kanannya terdapat Gedung Pos, dan itulah bangunan asli dalam kompleks Gedung Sate ini, sisanya merupakan bangunan baru dan berfungsi pendukung.
Semula gedung ini akan difungsikan sebagai kantor Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum, bahkan akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap tidak memenuhi syarat lagi. Di depan Gedung ini, di sekitar tiang bendera, terdapat tugu batu untuk mengenang 7 orang pemuda yang gugur dalam mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurkha (Inggris) pada tanggal 3 Desember 1945. Pada tahun 1977, di sekitar Gedung Sate didirikan gedung baru dengan gaya yang disamakan dengan Gedung Sate, gedung mana yang sekarang difungsikan sebagai Gedung DPRD Propinsi Jawa Barat. Gedung Sate sejak tahun 1980 menjadi Kantor Gubernur Jawa Barat.
Ituah sejarah singkat Gedung Sate kawan, sekarang hampir tiap hari terdapat demonstrasi (tidak jauh beda dengan kantor pemerintahan manapun di Indonesia maupun dunia), dan di depan Gedung Sate inipula setiap hari nongkrong kawan-kawan jurnalis dari berbagai media lokal maupun nasional untuk mencari berita seputar isu-isu yang berkembang di Jawa Barat.
Bagi kawan-kawan yang pede nya tinggi, silahkan aja masuk ke Gedung Sate, baik kompleksnya maupun gedungnya, bagi yang pede nya kurang, disarankan tidak usah, kenapa? Karena di tiap gerbang banyak Satpol PP yang pasti dapat mengendus gelagat kita yang kurang percaya diri memasuki gedung nan megah ini. Cuek aja, nyelonong in and out, syukur-syukur tidak ditanya. Begitulah pengalaman kami, sehingga dapat gambar Gedung Sate dari dekat yang kami hadirkan disini, plus jangan punya tampang wartawan deh, bakalan susah masuknya ;p
Gedung Sate ini kawan, pada malam-malam tertentu sebagai ajang berkumpulnya para komunitas, ntah komunitas motor gede, motor kurang gede sampai motor kecil sekalipun...^^, sebagai tempat kumpul-kumpullah intinya. Mau pagi, siang, sore, malam, Gedung Sate selalu menarik dikunjungi (kecuali pas ada demo, takut rusuh euy...^^).
Di sebelah Gedung Sate terdapat dua situs menarik juga, yaitu Museum Pos dan Museum Geologi. Karena Museum Pos lebih dekat maka kami ceritakan tentang Museum Pos dulu.
0 comments:
Post a Comment