Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Museum Pos

Satu komplek dengan gedung sate adalah Museum Pos, yang berada di dalam bangunan gedung Pos Bandung.
Museum ini terletak di Jalan Cilaki No. 73, Kelurahan Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan. Letaknya tak jauh dari Gedung Sate yang ternama itu. Bangunan Museum Pos menyatu dengan kantor pos Gasibu yang ada di jalan Cilaki.
Kami disambut petugas yang merupakan petugas museum. Kenapa kami sebut begitu? Karena kita bingung apakah dia petugas yang ramah, baik atau pun jutek. Petugas tersebut hanya melihat kami tanpa berujar apapun, kami pun melihat dia, jadinya liat-liatan deh..(jreng..jreng) Adegan liat-liatan baru berakhir ketika tukang jepret membuka percakapan :
”Pak boleh masuk?”
“oh boleh dek, silahkan-silahkan” sahut petugas museum itu
“pake tiket ga pak ?”
”oh,,nggak..silahkan masuk aja, tapi isi buku tamu dulu ya”
Akhirnya komunikasi terjalin kan, nah sobat jangan lupa mengisi buku tamu dan masuk museum pos tidak dieknakan biaya APAPUN. (senang..senang)
Museum Pos Bandung
Museum ini dibangun masa Hindia-Belanda pada 27 Juli 1920 dengan nama Museum Pos, Telegraph dan Telepon (PTT) dan dibuka tahun 1931. Pada 19 Juni 1995 Museum berganti nama menjadi Museum Pos dan Giro disesuaikan dengan perusahaan yang menanganinya. Pada waktu Perusahaan berganti nama menjadi PT Pos Indonesia maka terjadi pula perubahan nama museum ini menjadi Museum Pos Indonesia. Museum memiliki luas gedung 700 m², dan berdiri tegak di atas lahan tanah seluas ±  706 m². Gedung Museum dibangun oleh Ir. J. Berger dari Landsgebouwdienst dengan gaya arsitektur Italia masa Renaissance. 
Pada masa revolusi dan perang kemerdekaan, keberadaan museum ini tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya, bahkan nyaris terlupakan. Kemudian baru tanggal 18 Desember 1980 Direksi Perum Pos dan Giro membentuk Panitia Persiapan Pendirian Museum Pos dan Giro untuk menghidupkan kembali museum. Menginggat banyaknya koleksi perangko, foto, peralatan pos yang bernilai sejarah yang perlu diketahui oleh masyarakat luas dan museum sebagai sarana pendidikan, informasi dan rekreasi untuk generasi muda dimasa sekarang dan mendatang. Tugas utama panitia tersebut adalah melakukan inventarisasi dan pengumpulan benda-benda bersejarah yang patut dijadikan sebagai koleksi museum. Pada 27 September 1983 bersamaan dengan hari bakti Postel ke-38 Museum ini secara resmi dibuka oleh Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Acmad Tahir dan diberi nama Museum Pos dan Giro, sebagai museum untuk umum. 
Benda Koleksi Museum
Terdiri dari :
1.      Koleksi Sejarah
2.      Koleksi Filateli (pastinya..ini mah)
3.      Koleksi Peralatan
Koleksi Sejarah
Salah satu koleksi sejarah yang sangat bernilai adalah Surat Mas Raja (Golden Letter). Ternyata surat-menyurat sudah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan masih berjaye di Indonesia seperti kerajaan Mulawarman, Sriwijaya, Tarumanegara, Mataram, Purnawarman dan Majapahit. (yak..kembali PSPB kita diuji).
Berdasarkan prasasti yang ditemukan di kerajaan Sriwijaya bahasa yang digunakan adalah bahasa Kwunlun atau bahasa melayu kuno dengan akta-kata sansekerta yang berasal dari India Selatan yang disebut huruf Palawa. Huruf inilah yang kemudian menjadi huruf jawa, sunda, bali dan batak (nah lo..jadi sejarah huruf deh..).
Kegiatan surat-menyurat dan sistem perposan sebenarnya sudah dikenal manusia sebelum dikenalnya prangko. Dan setiap pemerintahan membangun sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan sistem perposan. Sebagai contoh, Jalan Raya Anyer-Panarukan yang dibangun oleh gubernur jenderal Hindia Belanda (Herman Willem Daendels), dikenal dengan nama Jalan Raya Pos.
Memasuki zaman awal kemerdekaan tentunya surat menyurat tetap menjadi sarana komunikasi andalan (maklum sms, email dan jejaring social belum happening..he..he). Nah bukti perkembangan dunia perposan sat itu bisa sobat liat dari foto-foto tua yang terdapat di museum yang menggambarkan suasana kerja para pak pos. Ketika sobat semua memasuki ruang koleksi dan pameran maka sobat akan dikagetkan mekanin-mekanin yang lumayan rada serem bagi sebagian orang, jadi ceritanya mekanin ini adalah revisualisasi dari apa yang ada di foto, di ruang pameran ada foto yang menceritakan di sebuah desa pak pos sedang dikerubutin oleh warga dimana warga itu menunggu giliran untuk menerima surat dari pak pos. Mekaninnnya persis menceritakan hal tersebut namun sangat disayangkan sepertinya mekanin-mekanin itu jarang keramas dan sisiran, jadi rambutnya kusut2gitu deh menimbulkan kesan seram..ha…ha.
Museum juga menyajikan tokoh pos Indonesia namanya Mas Soeharto. Ada fotonya lengkap bersama keluarganya..he..he dan di dekat pintu masuk ada patung kepala beliau…keren loh..
Koleksi Filateli
Koleksi ini merupakan koleksi yang paling banyak jumlahnya dan komplit serinya. Sebelum cerita koleksinya, baiknya kita dengar dulu sedikit cerita sejarah mengenai perangko ya, karena filateli ya sudah pasti perperangkoan. Perangko berasal dari bahasa latin “Franco” yang berarti tanda pembayaran untuk melunasi biaya pengiriman surat.
Pembayaran menggunakan prangko menjadi cara pembayaran yang paling populer dibanding cara lain, seperti menggunakan aerogram. Prangko pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 Mei 1840 di Britania Raya sebagai reformasi pos oleh Rowland Hill. Oleh karena itu sampai sekarang Britania Raya mendapat perlakuan khusus. Negara ini adalah satu-satunya negara yang tidak perlu mencantumkan nama negara di atas prangko.
Prangko pertama yang merupakan hasil gagasan Sir Rowland Hill diterbitkan di Inggris pada tanggal 6 Mei 1840, dan merupakan prangko pertama di dunia. Prangko tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·         Memuat gambar kepala Ratu Victoria.
·         Dicetak dalam warna hitam.
·         Memuat kata postage pada bagian atasnya.
·         Memuat kata-kata one penny pada bagian bawahnya.
Mengingat warna tintanya hitam serta tulisan one penny yang menunjukkan harga nominalnya, prangko tersebut kemudian dikenal oleh masyarakat luas dengan julukan The Penny Black.
Kisah timbulnya gagasan untuk menerbitkan prangko oleh Sir Rowland Hill ternyata cukup menarik. Suatu ketika dilihatnya seorang pengantar menyerahkan sepucuk surat kepada seorang gadis. Sejenak setelah mengamati surat itu dengan teliti, gadis itu pun segera mengembalikan surat itu kepada pengantar pos dan menolak melunasi biaya pengiriman surat dengan alasan bahwa ia tidak punya uang.
Sir Rowland Hill mendekati gadis seraya bertanya apa sebab ia menolak menerima surat tersebut. Jawaban gadis tersebut ternyata mengejutkan. Surat yang ternyata datang dari kekasihnya itu memuat beberapa tanda/ kode yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Tanpa harus membuka surat itu pun gadis tersebut telah tahu apa sebenarnya maksud/isi surat. Jadi, buat apa ia harus susah-susah membayar ongkos kirim surat. Hal ini membuat Sir Rowland gusar, karena bila hal tersebut sering terjadi, alangkah ruginya dinas pos dan juga bagaimana nasib karyawan yang bekerja didalamnya. Selain kasus tersebut, yang membuat Sir Rowland juga memikirkan prangko adalah ketika Sir Rowland menekuni bidang perpajakan dan ilmu administrasi, sekaligus mengamati perkembangan sosial ekonomi di Inggris pada masa itu.
Pada tahun 1930, ketika negara Inggris berkembang menjadi negara industri, transportasi mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan. Jalan kereta api mulai membentang dari Barat ke Timur dan dari Utara ke Selatan. Pada waktu itu, Rowland Hill memikirkan bagaimana mendapatkan pemasukan uang untuk kaskerajaan dari pajak pengiriman surat-surat. Bahkan pikiran dari pajak pengiriman surat-surat. Bahkan pikiran Rowland Hill juga diganggu dengan pemberian hak bagi anggota Majelis Rendah dan Majelis Tinggi dalam parlemen untuk dapat mengirim surat secara cuma-cuma tanpa batas selain itu sistem pembayaran biaya pengiriman surat oleh penerima juga banyak merugikan dinas pos. Hal tersebut dilihat oleh Rowland Hill sebagai suatu pemborosan dan sangat merugikan kas kerajaan.
Oleh karena itu, pada tahun 1837 Rowland Hill mengajukan usul kepada parlemen yang antara lain mengemukakan hal-hal sebagai berikut.
·         Ongkos pengiriman surat harus diturunkan, dengan turunnya ongkos pengiriman surat, diharapkan terjadi peningkatan jumlah surat yang dikirim.
·         Untuk lebih merangsang masyarakat agar saling berkirim surat, perlu ditetapkan tarif pos yang seragam dengan tidak memandang jarak tempuh surat tersebut.
·         Untuk menghindari penyalahgunaan biaya pengiriman surat, biayanya harus dibayar dimuka dengan menempelkan secarik kertas tanda pelunasan yang saat ini kita kenal sebagai prangko.
Pemikiran ini awalnya mendapat tentangan dari Parlemen. Namun empat tahun kemudian tepatnya pada tahun 1840 usul Rowland Hill diterima Parlemen. Dari sinilah kemudian lahir prangko, carik kertas kecil yang dipakai sebagai tanda pelunasan pengiriman surat.
Nah untuk Indonesia –dulu masih HIndia Belanda- perangko pertama kali dibuat pada tahun 1864 bergambar Raja Willem III dengan nominal 10 cent, perangko ini juga ada di ruang paemran museum.
Seiring dengan fungsinya dalam perkembangan komunikasi akhirnya perangko dianggap sebagai benda seni yang layak dikoleksi, nah kegemaran mengoleksi perangko inilah yang disebut dengan filateli.
Di museum ini sobat bisa lihat salah satu koleksi filateli terlengkap di dunia (wihh..), berasal dari 178 negara, dari perangko zaman dahulu sampai perangko yang kekinian..he..he, termasuk The penny bLac, kselain peraengko dari luar negeri tentunya ada juga perangko dari Indonesia, termasuk perangko dengan tema-tema tertentu.
Koleksi Peralatan
Bagian ini menyajikan segala benda yang berkaitan dengan per-pos-an. Benda-benda dari jaman kita masih dijajah juga masih terpelihara dengan baik di museum ini. Ada peti pos yang bentuknya seperti loker kecil, timbangan surat juga bis surat, kendaraan pengantar surat, baju pengantar pos sampai stempel untuk menanggali surat. Tak lupa ada juga foto-foto klasik yang menemani kita yang menunjukkan ketika barang-barang pos ini digunakan.
Brievenbus merupakan bis surat pada jaman belanda. bis surat yang terbuat dari bahan logam cor dengan berat kurang dari 400 kg ditempatkan di pinggir jalan strateis agar mudah dijangkau masyarakat dalam mengeposkan kirimannya.
Bis surat pertama kali di pakai tahun 1829 di kantor pos batavia, sedang bis surat umum pertama kali digunakan di kantor pos Semarang tahun 1850 dan kantor pos Surabaya 1864.
*Dikutip dari berbagai sumber
Nah, sobat semua silahkan berkunjung ya dan di akhir cerita inilah info terpenting untuk kita semua :
Museum Pos Indonesia dibuka untuk umum hari Senin-Jumat mulai pukul 09.00- 16.00.. GRAtisss.^_^
Dari sini kita lanjutkan perjalanan kaki kita ke Museum Geologi, masih diantar sama E-Lin ya...^^

0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat