Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Museum Sri Baduga dan Monumen Bandung Lautan Api

Ada beberapa opsi untuk menuju ke museum ini kawan, jika dari Kebon Kalapa, kita ambil angkot warna kuning yang menuju Tegal Lega dan berhenti di Lapangan Tegal Lega untuk sedikit berjalan ke Museum. Tapi jika ambil dari markas MPK Dipati Ukur, pakailah Damri jurusan Dipati Ukur – Leuwi Panjang, dan turun di Lapangan Tegal Lega. Tarifnya? kalau pake angkot dari Kebon Kalapa, Rp. 2.000. Kalau pakai DAMRI? Sama...^^ (kalau sama kenapa dibedakan boooos >.<). Jadi, tarifnya, baik dari Kebon Kalapa maupun dari Dipati Ukur sama-sama Rp. 2.000. mengenai rute dan lain sebagainya akan diantar oleh Jeng E-Lin.

Prakata sepatah dua patah kata… (brffffffff)
30 Juni 2009, Bandung.. panas cuy, wiihhhh tepat pukul 10 pagi lewat 7 menit kami tiba di sebuah museum yang terletak di Jl. BKR No. 185 yang dikenal dengan nama museum Sri Baduga. Udah pada pernah ke situ? Hmm..pasti banyak yang belum. Seperti biasa akan kami uraikan terlebih dahulu cerita mengenai perangkotan yang digunakan dan seperti biasa juga titik mula keberangkatan adalah Jalan dipati ukur depan unpad (ha..ha.. tak lain tak bukan). Pertama-tama marilah kita mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat (loh..kok da kyk kata pengantar sih..). I repeat.. pertama-tama celingak-celinguklah ke kanan dan ke kiri, lalu berhentikanlah angkot jurusan Kalapa-Dago yang ke arah kalapa- dan silahkan naik (kalo ga penuh ya). Sobat semua turun di Kalapa (pemberhentian terakhir tu angkot) bayar 2500. After that naik angkot jurusan kalapa - cibaduyut warna kuning., tarif 2.000. Tak berapa lama sampailah kita di Museum Sri Baduga.
Panasnya bandung saat itu tak menyurutkan langkah kami untuk menyusuri Sri baduga (maklum di kota sendiri, malu deh kalo belum ke situ) ditemani oleh seorang guide (katanya kota sendiri tetep aja ada guidenya..he..he) yang juga adalah teman kami. Sobat, silahkan masuk ke museum namun jangan lupa bayar tiket masuknya, untuk anak-anak Rp. 1.500 dan dewasa Rp. 2500 (kalo pun berubah harganya, bukan salah kami ya..)
Museum Sri Baduga
Ada yang pengen tahu ga, knp ya namanya Sri Baduga, kok ga sri-sri yang lainnya? Nah ternyata sri baduga itu nama raja tepatnya nama lengakapnya adalah Sri Baduga Maharaja (Ratu Jayadewata), mengawali pemerintahan zaman Pajajaran, yang memerintah selama 39 tahun (1482-1521). Pada masa inilah Pakuan mencapai puncak perkembangannya.
Dalam prasasti Batutulis diberitakan bahwa Sri Baduga dinobatkan dua kali, yaitu yang pertama ketika Jayadewata menerima tahta Kerajaan Galuh dari ayahnya (Prabu Dewa Niskala) yang kemudian bergelar Prabu Guru Dewapranata. Yang kedua ketika ia menerima tahta kerajaan Sunda dari mertuanya, Susuktunggal. Dengan peristiwa ini, ia menjadi penguasa Sunda-Galuh dan dinobatkan dengan gelar Sri Baduga Maharaja di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Jadi sekali lagi dan untuk terakhir kalinya, setelah “sepi” selama 149 tahun, Jawa Barat kembali menyaksikan iring-iringan rombongan raja yang berpindah tempat dari Timur ke Barat.
Nah di Jawa Barat nama Sri Baduga lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi (tring…tring…tring ^_^)
Peresmian penggunaan Museum Negeri Jawa Barat dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI , Dr. DAUD JOESOEF didampingi oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat H. Aang Kunaefi. Pada tanggal 1 April 1990, sepuluh tahun setelah peresmian digunakan nama Sri Baduga Raja yang memerintah di Pajajaran. Pada era Otonomi Daerah (OTDA) berdasarkan Perda No.5 Tahun 2002 sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) bergabung dengan Dinas Kebudayaan Propisi Jawa Barat dengan nama Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga hingga sekarang. (http://www.sribadugamuseum.com/profil.php?req=1)
Koleksi yang disajikan sebanyak 6600 dengan rincian sebagai berikut :
1.       Geologika / Geografika 79 buah dan 3 set;
2.       Biologika 180 buah dan 1 set;
3.       Etnografika 2420 buah, 179 set, 20 stel dan 9 pasang;
4.       Arkeologika 953 buah dan 3 set;
5.       Historika 16 buah, 6 set dan 3 stel;
6.       Numismatika/ Heraldika 1705 buah;
7.       Filologika 145 buah;
8.       Keramologika 599 buah dan 1 set;
9.       Senirupa 134 buah dan 2 pasang;
10.   Teknologika 115 buah dan 27 set.
Sumber  : http://www.sribadugamuseum.com/koleksi.php
Jadi lengkap toh, kita bisa tahu apa saja yang harus kita kunjungi di Jawa Barat yang berkaitan dengan sejarah kehidupan manusia. Museum cukup banyak di Jawa Barat ini, ga usah Jawa Barat deh, Bandung juga banyak tuh. Ayo..para generasi muda kunjungilah museum-museum di kota anda (sok tua nih).
Di museum Sri Baduga juga terdapat daftar museum-museum dan situs-situs penting lain yang ada di Jawa Barat. Jadi sobat, datanya bias jadi referensi yang bagus untuk petualangan di tempat berikutnya. Seperti halnya kami (MPK), bermodalkan contekan yang ada di Sri Baduga kami berpetualang deh ke Cianjur.^_^
Mengenai Pameran, di Sri Baduga terbagi dua yaitu pameran tetap dan pameran khusus/temporer, karena temporer berarti tidak tetap karena tetap berarti bukan temporer.
Kembali menurut http://www.sribadugamuseum.com/pameran.php?req=1, pameran tetap adalah merupakan bentuk tata pameran benda koleksi pada sebuah museum yang setiap hari terbuka untuk pengunjung. Penataan ulang hanya dilakukan dalam periode waktu paling cepat 4-5 tahun. Kegiatan tata ulang pameran ini disebut renovasi. Kegiatan renovasi ini dilakukan untuk merubah tata pameran serta merotasi koleksi yang dipamerkan dengan harapan dapat meningkatkan apresiasi terhadap tinggalan bukti material manusia dan lingkungannya, serta menghindarkan kebosanan bagi pengunjung.
Pameran tetap terdiri dari :
1.         Lantai 1 mengenai sejarah alam dan religi.
2.         Lantai 2 mengenai koleksi yang mengandung unsur dari 4(empat) kelompok kebudayaan.
3.        Lantai 3 mengenai oleksi yang mengandung unsur Mata pencaharian, Teknologi, Kesenian, Pojok Sejarah Perjuangan Bangsa, Pojok Wawasan Nusantara dan Pojok Bandung Tempo Dulu.
Pameran khusus / temporer adalah pameran yang diselenggarakan oleh Museum Sri Baduga atau pameran bersama dengan museum lain dalam jangka waktu tertentu. Waktu penyelenggaraan Pameran Temporer berlangsung minimal selama 10 hari, maksimal berlangsung selama 30 hari.
Pameran khusus terdiri dari :
1.         Pameran Lokal/keliling
adalah pameran yang diselenggarakan di luar lokasi museum. Tujuan dari kegiatan pameran ini untuk meningkatkan apresiasi dan pengetahuan masyarakat daerah setempat terhadap aspek-aspek budaya yang di pamerkan. Waktu penyelenggaraan Pameran Keliling minimal berlangsung selama antara 3 -10 hari.
2.         Pameran Regional
adalah pameran yang diselenggarakan oleh beberapa museum di tingkat regional di seluruh Indonesia dengan mengetengahkan suatu thema yang bersifat nasional.
3.         Pameran Nasional
adalah pameran yang diselenggarakan oleh beberapa museum di tingkat regional di seluruh Indonesia dengan mengetengahkan suatu thema yang bersifat nasional.
Selain semua yang disebutkan diatas, di museum ini juga sering diadakan seminar dan kegiatan yang mendukung lainnya seperti workshop anyaman, pameran kain nusantara  ngabuburit di museum bahkan menjadi lokasi untuk latihan tarian dan kesenian daerah.
Ketika kami berkunjung, sepintas lalu terdengarlah suara iringan gamelan dari lantai dua, waktu itu kami sedang makan ind****-si makanan wajib-, setelah makan penasaran punya penasaran plus pengen liat, kami naik ke lantai dua dan ternyata.. jreng..jreng..jreng.. sekumpulan murid-murid SD (ga tau sekolah mana, mau nanya takut dipelototin gurunya)sedang latihan menari jaipong. Anak-anak kecil yang lincah. Kalau sobat liat  pasti akan terkesima, beberapa dari penari itu gemulai bukan main, gerakan kepala dan tangannya amboyy cantiknya, lirikan matanya amboyyy menusuk sukma dan tentu saja geolannya itu loh straight to the point (hallah..apaan sih). Dengan gaya sok komentator kami pun memberikan pendapat kami “yang itu bagus ya, yg ini kurang pas gerakannya, begini,,begitu..bla…bla…bla”.
Tentunya bangga melihat kegiatan ini, anak-anak kecil yang cantik itu dikenalkan dengan kesenian daerahnya. Harapannya nanti mereka akan meneruskan ke anak cucu mereka(hu..hu..hu). Dengan begitu seni dan kebudayaan kita tetap terjaga. Sekedar info, gurunya rada galak lo, hiyyy, dan pastinya waktu kami sok komen tadi -dengan suara yang tidak dikontrol sehingga terdengar agak kuat- pastilah si guru ntu emosi.  Si tukang jepret malah ngeloyor aja motretin tuh anak-anak dan guru galaknya (sepaket cuy). TIba-tiba terdengar instruksinya” ayo.anak-anak istirahat dulu”. Nah lo..bubar da tu latihan untuk sementara.(Apa gara-gara kami ya?he..he, ato mereka grogi sepertinya).
Hari semakin siang menuju ke sore, kami pun bertolak ke persinggahan berikutnya.
Monumen Bandung Lautan Api
Rugi dan sial rasanya kalo udah ke Sri baduga tapi ga ke monument yang satu ini, karena tak perlu susah-susah, lha wong tinggal nyebrang (he..he.hati-hati nyebrangnya). Di depan museum berdiri dengan megah menjulang si monumen tersebut. Monumen ini didirikan untuk mengenang kejadian hebat di bandung kala itu. Masih pada ingat kan jamannya dulu kita baru merdeka mah, para kompeni masiihhh aja coba-coba merebut kembali kemerdekaan kita.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.
Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan.
Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik “bumihangus”. Rakyat tidak rela Kota Bandung dimafaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota. Malam itu pembakaran kota berlangsung besar-besaran. Api menyala dari masing-masing rumah penduduk yang membakar tempat tinggal dan harta bendanya, kemudian makin lama menjadi gelombang api yang besar. Setelah tengah malam kota telah kosong dan hanya meninggalkan puing-puing rumah yang masih menyala.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Jadi mending dibakar daripada di kasih ke kompeni..begitu sepertinya kesimpulannya…
Saat ini sekitar monumen juga dijadikan sarana rekreasi keluarga dan kegiatan-kegiatan lainnya seperti jualan mainan anak-anak dan konser musik..(iya gitu??) Nah oleh karena itu silahkan masuk ke dalam, ga bayar tentunya dan sentuhlah dia si monumen itu (hi..hi). Sambil mengenang jasa para pahlawan kita dalam jerih payahnya mendapatkan bandung yang indah yang kita huni sekarang.
Baiklah, di akhir cerita inilah informasi terpenting untuk kita semua,
Jam Kunjungan
Senin-Jum'at : 08.00-15.30 WIB
Sabtu-Minggu : 08.00-15.30 WIB
HARI RAYA/LIBUR NASIONAL TUTUP
Jangan ampe keliru ya …
-Elin-

Indonesia Barat