Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Sejarah Bogor


Kota Bogor memiliki sejarah yang panjang dan luas, sepanjang rel kereta api yang menghubungkan Jakarta dan Bogor serta seluas Kebun Raya yang sejauh kita keliling Bogor akan bertemu dengan pagar kebun raya dan pagar kebun raya. Bogor menurut Prasasti Batu Tulis adalah ibukota kerajaan Pajajaran. Menurut Prasasti Batu Tulis, nama-nama kampung seperti dikenal dengan nama Lawanggintung, Lawang Sekateng, Jerokuta, Baranangsiang dan Leuwi Sipatahunan diyakini, bahwa Pakuan sebagai ibukota Pajajaran terletak di Kota Bogor. Kerajaan Pakuan Pajajaran terkenal pada pemerintahan Prabu Siliwangi (mengenai Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi kami singgung dalam tulisan Cirebon dan Bandung) yang penobatannya tepat pada tanggal 3 Juni 1482, yang selanjutnya hari tersebut dijadikan hari jadi Bogor berdasarkan penetapan DPRD Kabupaten dan Kota Bogor tahun 1973. Itu sajakah sejarah Bogor? Nanti dulu, akan kami lanjutkan...

Sejarah mengenai Bogor berikut ini kami kutip dari blognya kang Maswal dalam maswal.blogspot.com, dimana kang Maswal juga mengutip dari www.sundanet.com dimana tulisan tersebut ditulis oleh Mumuh Muhzin Z. Puyeng kan, tapi begitulah sejarahnya. Akan kami sarikan dengan bahasa kami sendiri.
Bogor, konon nama tersebut berasal dari salah kaprahnya orang Sunda menyebut kata Buitenzorg, nama resmi Bogor pada masa kolonial Belanda. Buitenzoorg sendiri memiliki arti “tanpa kekhawatiran”. Ada juga yang menyebut “Bogor” berasal dari kata “Baghar” atau “Baaqar” (bahasa Arab sepertinya) yang artinya sapi. Apakah dulu di Bogor banyak peternakan sapi?? Kurang paham juga. Ada juga yang bilang dari kata “bokor” yang artinya sejenis wadah terbuat dari logam, mungkin berhubungan dengan asal usul Siung Wanara yang dilahirkan dari perut selir raja Pajajaran duluuuuuuuuu kala waktu raja menguji seorang resi, Ki Ajar namanya, untuk menebak jenis kelamin bayi yang dikandung selir tersebut, padahal di dalam bajunya hanya diberi Bokor oleh raja untuk mengelabuhi si Resi. Si Resi menebak, si selir mengandung anak laki-laki, dan setelah bajunya di buka, bokor telah raib, dan perutnya benar-benar berisi bayi, yang kelak setelah dilahirkan, dibuang, dan kemudian dikenal dengan Siung Wanara...hehehe, ga nyambung ya, tapi setting tempatnya di Pajajaran kuno lo, siapa tau di Bogor,, ^^
Ada juga yang bilang, “Bogor” berasal dari kata “Bogor” dalam bahasa Sunda adalah padanan dari tunggul kawung, enau atau aren, mungkin dulu banyak pohon aren nya, sekarang di Bogor banyak talas nya...^^,, Bogor selain berarti tunggul kawung, juga berarti daging pohon kawung yang biasa dijadikan sagu (di daerah Bekasi). Dalam bahasa Jawa “Bogor” berarti pohon kawung dan kata kerja “dibogor” berarti disadap. Dalam bahasa Jawa Kuno, “pabogoran” berarti kebun kaung. Dalam bahasa Sunda umum, menurut Coolsma, L “Bogor” berarti “droogetapte kawoeng” (pohon enau yang telah habis disadap) atau “bladerlooze en taklooze boom” (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata “pugur” atau “pogor”. (yang ini kami kutip dari ae45ipb.wordpress.com) Mana satu yang betul? Mungkin semuanya betul, mungkin juga semuanya salah, tapi itulah uniknya sejarah, yang paling banyak itulah yang benar...^^
Peninggalan Pajajaran di Bogor lenyap bersamaan dengan serangan Banten sekira tahun 1579. Setelah itu Pajajaran dan kerajaan priangan yang terletak di Sumedang Larang jatuh ke tangan Mataram (sudah kami bahas pada sejarah Sumedang Larang), dan akhirnya menjadi bagian dari wilayah kolonial Belanda dalam kongsi dagang VOC.
Dalam memanfaatkan wilayah yang dikuasainya, VOC perlu mengenal lebih jauh wilayahnya. Untuk meneliti wilayah Bogor, dilakukan ekspedisi pada tahun 1687 yang dipimpin Sersan Scipio dibantu Letnan Patinggi dan Letnan Tanujiwa dari Sumedang. Dari ekspedisi tersebut, tidak ditemukan pemukiman di wilayah bekas ibukota Pajajaran, kecuali di beberapa tempat seperti Cikeas (kaya sering dengeeer ^^), Citeureup, Kedung Halang dan Parung Angsana. Pada tahun yang sama, Tanujiwa yang mendapatkan perintah untuk membuka hutan, akhirnya berhasil mendirikan sebuah perkampungan di Parung Angsana yang kemudian di beri nama Kampung Baru. Tempat inilah yang selanjutnya menjadi cikal bakal tempat kelahiran Kabupaten Bogor. Kampung-kampung lainnya yang didirikan Tanujiwa adalah Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranang Siang, Parung Banteng dan Cimahpar dengan Kampung Baru sebagai pusat pemerintahan kampung-kampung lainnya.
Tanujiwa ditunjuk sebagai kepala Kampung Baru, dan sejak tahun 1689, VOC mulai membuat daftar bupati-bupati Kampung Baru, dimulai dari Tanujiwa (1689 – 1705). Pada tahun 1745, sembilan kampung yang didirikan oleh Tanujiwa digabungkan menjadi satu pemerintahan di bawah kepala Kampung Baru yang diberi gelar Demang. Gabungan kesembilan kampung inilah yang disebut Regentschaap Kampung Baru yang kemudian menjadi Regentschap Buitenzorg.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, bukan VOC lagi, pada tahun 1903, terbit Undang-Undang Desentralisasi yang bertujuan menghapus sistem pemerintahan tradisional diganti dengan sistem administrasi modern, sehingga realisasinya dibentuk Staadsgemeente yang diantaranya adalah:
1.       Gementee Batavia (Stb. 1903 no. 204)
2.       Gementee Meester Cornelis (Stb. 1905 no. 206)
3.       Gementee Buitenzoorg (Stb. 1905 no. 208)
4.       Gementee Bandoeng (Stb. 1905 no. 121)
5.       Gementee Cirebon (Stb. 1905 no. 122)
6.       Gementee Soekabumi (Stb. 1914 no. 310) (apaaaaa iniiiii...ga ngerti eh...^^)
Pembentukan Gemeente tersebut bukan untuk kepentingan penduduk Pribumi tetapi untuk kepentingan orang-orang Belanda dan masyarakat Golongan Eropa dan yang dipersamakan. Pada tahun 1922 sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap peran desentralisasi yang ada maka terbentuklah Bestuursher Voorings Ordonantie atau Undang-undang perubahan tata Pemerintahan Negeri Hindia Belanda (Stb. 1922 No. 216), sehinga pada tahun 1992 terbentuklah Regentschaps Ordonantie (Ordonantie Kabupaten) yang membuat ketentuan-ketentuan daerah Otonomi Kabupaten (Stb. 1925 No. 79). Propinsi Jawa Barat dibentuk pada tahun 1925 (Stb. 1924 No. 378 bij Propince West Java) yang terdiri dari 5 keresidenan, 18 Kabupaten (Regentscape) dan Kotapraja (Staads Gemeente), dimana Buitenzoorg (Bogor) salah satu Staads Gemeente di Propinsi Jawa Barat di bentuk berdasarkan (Stb. 1905 No. 208 jo. Stb. 1926 No. 368), dengan prinsip Desentralisasi Modern.
Pada masa pendudukan Jepang kedudukan pemerintahan di Kota Bogor menjadi lemah karena pemerintahan dipusatkan pada tingkat keresidenan yang berkedudukan di Kota Bogor, pada masa ini nama-nama lembaga pemerintahan  berubah namanya yaitu: Keresidenan menjadi Syoeoe, Kabupaten/ Regenschaps menjadi ken, Kota/ Staads Gemeente menjadi Si, Kewedanaan/ Districk menjadi Gun, Kecamatan/ Under Districk menjadi Soe dan desa menjadi Koe. (tweweweweng...)
Pada masa setelah kemerdekaan, yaitu setelah pengakuan kedaulatan RI Pemerintahan di Kota Bogor namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarakan Udang-undang Nomor 16 Tahun 1950. Selanjutnya pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang Nomor. 1Tahun 1957, kemudian dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dirubah menjadi Kota Bogor. (kalau yang ini sumbernya dari situs resmi Pemkot Bogor, jadi tak perlu diragukanlah ya keakuratannya...^^)

0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat