Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Stasiun Cirebon

Dari Balai Kota cukup berjalan 100 m ke arah yang sama sudah sampai di Stasiun Kejaksan. Lokasinya sebelah kiri jalan dari arah Balai Kota, agak masuk ke dalam, tapi dari monumen di depannya plus bangunan stasiun yang tinggi sudah nampak dan membawa kesan stasiun banget. Satu lagi yang kayaknya menjadi tujuan rutin kami selain Balai Kota, Gedung BI (kalau ada) adalah Stasiun (karena umumnya stasiun merupakan bangunan kuno peninggalan kolonial). Begitu juga dengan stasiun Cirebon ini.


Stasiun ini terletak di Jl. Siliwangi, Kebonbaru, Kejaksan. Karena terletak di kelurahan Kejaksan, stasiun Cirebon seringkali disebut dengan Stasiun Kejaksan . Stasiun ini berada di dalam DAOP (Daerah Operasi) III Cirebon, terletak pada ketinggian 4 m di atas permukaan laut. Stasiun
ini juga merupakan stasiun pertemuan dari dua jalur, yaitu jalur utara dan jalur ke selatan (ke selatan ya, bukan jalur selatan). Kereta api jurusan Surabaya – Jakarta atau Jakarta ke Solo pasti melewati stasiun ini. Bagaimana dengan jalur ke Bandung? Cuma ada satu kereta, yaitu kereta Harina jurusan Bandung – Semarang. Dari stasiun Cirebon ini mengubah haluan ke selatan melalui Purwokerto sampai akhirnya bertemu di percabangan Kroya, baru ke arah Bandung. Kalo ga lewat Purwokerto kayaknya susah, mengingat jalur Bandung – Cirebon melalui pegunungan di Sumedang dan Majalengka. (jadi keretanya aga ngadat kali ya kalo haru nanjak-nanjak…^^), tapi engga juga ding, dulu ada jalur kereta ekonomi ke Majalengka, tapi sekarang kayaknya mau dihidupkan lagi (atau udah idup lagi ya jalurnya, kurang tahu juga kawan, nanti dicek lagi di PT. KAI).

Gedung ini dibangun pada tahun 1920, karya arsitek Pieter Adriaan Jacobus Moojen dalam gaya arsitektur campuran art nouveau (apaaaaalagi ini, ngucapinnya aja susah..^^) dan art deco. Dua menaranya di samping kanan dan kiri sekarang bertuliskan CIREBON, dulu bertuliskan KAARTJES (karcis) di sebelah kiri dan BAGAGE (bagasi) di sebelah kanan. Pada tahun 1984 gedung ini dicat warna putih (emang dulunya warna apa?), tapi sekarang mengalami perubahan warna (suka-suka yang ngecat lah, yang menarik dan yang lagi ngetrend warna apa? Asal jangan oranye aja, ntar dikira Kantor Pos…^^).
Sekedar informasi buat kawan-kawan semuanya, situasi di stasiun ini sama halnya sepert di terminal tadi, mungkin kawan-kawan akan merasa sedikit tidak nyaman dengan para tukang angkot dan tukang becak yang nongkrong disitu. Kemanapun kita pergi akan dikejar, bahkan kami sempat semacam diwawancarai sama mereka. Ditanya mau kemana? Udah dijawab dengan sesopan mungkin, “engga pak terima kasih”, ayo diantar? Mau kemana si? a, b, c, d semua tujuan disebutkan, “maaf pak sudah kesana”, dan merekapun nampaknya kesel sama kami, “ade mau kmana si?”, dan tukang jepretpun menjawab, “mau foto-foto pak, ayo kalian segera pasang aksi”, eeeeh, yang lain pada mati gaya, tumben…kami pikir perjuangan mereka sudah selesai, belum ternyata, “mau foto kemana, diantar deh, kayaknya tadi ade yang di alun-alun Kejaksan ya…bla-bla-bla” (sebegitu menariknya kamikah, sampai harus digituin sama mereka? Atau memang seperti itu adatnya? Bagi yang tidak terbiasa sepert kami, tentu itu sangat membuat tidak nyaman. Karena gangguan tersebut akhirnya kami memutuskan untuk meninggalkan stasiun (kesel mode on). Menurut informasi yang dapat dipercaya, dari sini ke terminal ambil jurusan D5 (pokoknya angkot of the day kami adalah D5). Petualangan di Cirebon kami sudahi pukul 16.33.

0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat