Kebun Raya |
Kami sampai di Kebun Raya hampir pukul tiga sore. Segera kami urus segala administrasi pendaftaran dan registrasinya (beli tiket maksudnya) dan segera masuk ke Kebun Raya. Tiketnya dapat ditebus dengan menukarkan selembar uang kertas asli bergambar Sultan Badaruddin II atau 2 lembar uang kertas asli bergambar Tuanku Imam Bonjol, atau 5 lembar uang kertas asli bergambar Pangeran Antasari atau 10 lembar uang kertas asli bergambar Kapitan Pattimura (berapa hayoooo....??) jika kalian tidak bisa memenuhi syarat itu, maka kalian tidak bisa masuk ke Kebun Raya Bogor, maafkan kawan, begitulah peraturannya...^^
Masuk ke Kebun Raya kami takjub akan rindang dan luasnya kebun ini, bagaimana si sejarahnya. Begini, Kebun Raya Bogor konon merupakan bagian dari “Samida” (hutan buatan atau taman buatan) yang paling tidak telah ada pada pemerintahan Prabu Siliwangi antara tahun 1400 – 1500 sekian).
Pada tahun 1811, ketika perang Napoleon di Eropa, Indonesia pada waktu itu bernama Hindia Belanda atau Nederlandsch Indie, direbut oleh Inggris dari kekuasaan Belanda. Ketika Napoleon jatuh (1815/1816) para pemimpin negara di Eropa membuat perjanjian, antara lain tentang pembagian wilayah kekuasaan. Pada masa itu, Gubernur Jenderal dijabat oleh Thomas Stanford Raffless, dimana Raffless juga tertarik pada Botani ingin mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi kebun yang cantik. Untuk itu dia dibantu oleh para ahli botani seperti W. Kent yang ikut membangun Kew Garden di London. Raffles mewujudkan impiannya dengan mengubah halaman istana menjadi taman bergaya klasik yang kemudian menjadi cikal bakal Kebun Raya sekarang. Konon taman ini ditujukan buat istrinya tercinta, Olivia Raffless. Pada tahun 1814, Olivia meninggal dan sebagai kenang-kenangan dibangunlah monumen di dalam Kebun raya.
Monumen Olivia Raffless |
Pada tahun 1816 Inggris menggembalikan kekuasaan Indonesia ke tangan Belanda. Peperangan yang terjadi di Eropa menyebabkan Belanda mengalami kelesuan, Kerajaan Belanda mengembangkan ilmu pengetahuan, karena mereka tahun tegak dan kejayaannya Belanda ditandai antara lain dengan ilmu pengetahuan. Untuk ini dikirimlah C.Th.Elout, A.A Boykens dan G.A.G.P. Baron Van Der Capellen, ke Indonesia dan Dr. Casper Goerge Carl Reinwardt selaku penasehat. Prof. Caspar Georg Karl Reinwardt adalah seseorang berkebangsaan Jerman yang berpindah ke Belanda dan menjadi ilmuwan botani dan kimia. Ia lalu diangkat menjadi menteri bidang pertanian, seni, dan ilmu pengetahuan di Jawa dan sekitarnya. Ia tertarik menyelidiki berbagai tanaman yang digunakan untuk pengobatan. Ia memutuskan untuk mengumpulkan semua tanaman ini di sebuah kebun botani di Kota Bogor, yang saat itu disebut Buitenzorg (dari bahasa Belanda yang berarti “tidak perlu khawatir”). Reinwardt juga menjadi perintis di bidang pembuatan herbarium. Ia kemudian dikenal sebagai seorang pendiri Herbarium Bogoriense.
Pada tanggal 15 April 1817 Reinwardt mencetuskan gagasannya untuk mendirikan Kebun Botani yang disampaikan kepada G.A.G.P. Baron Van Der Capellen, Komisaris Jendral Hindia Belanda dan Capellen akhirnya menyetujui gagasan Reinwardt. Pada tahun 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen secara resmi mendirikan Kebun Raya Bogor dengan nama s’Lands Plantentuinte Buitenzorg. Pendiriannya diawali dengan menancapkan ayunan cangkul pertama di bumi Pajajaran sebagai pertanda dibangunnya pembangunan kebun itu, yang pelaksanaannya dipimpin oleh Reinwardt sendiri, dibantu oleh James Hooper dan W. Kent. Pada mulanya kebun ini hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan ke Hindia-Belanda.
Sekitar 47 hektar tanah di sekitar Istana Bogor dan bekas samida dijadikan lahan pertama untuk kebun botani. Reinwardt menjadi pengarah pertamanya dari 1817 sampai 1822. Kesempatan ini digunakannya untuk mengumpulkan tanaman dan benih dari bagian lain Nusantara. Dengan segera Bogor menjadi pusat pengembangan pertanian dan hortikultura di Indonesia. Pada masa itu diperkirakan sekitar 900 tanaman hidup ditanam di kebun tersebut.
Pada tahun 1822 Reinwardt kembali ke Belanda dan digantikan oleh Dr. Carl Ludwig Blume yang melakukan inventarisasi tanaman koleksi yang tumbuh di kebun. Ia juga menyusun katalog kebun yang pertama berhasil dicatat sebanyak 912 jenis (spesies) tanaman. Pelaksanaan pembangunan kebun ini pernah terhenti karena kekurangan dana tetapi kemudian dirintis lagi oleh Johannes Elias Teysmann (1831), seorang ahli kebun istana Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch. Dengan dibantu oleh Justus Karl Hasskarl, ia melakukan pengaturan penanaman tanaman koleksi dengan mengelompokkan menurut suku (familia).
Teysmann kemudian digantikan oleh Dr. Rudolph Herman Christiaan Carel Scheffer pada tahun 1867 menjadi direktur, dan dilanjutkan kemudian oleh Prof. Dr. Melchior Treub. Pada tanggal 30 Mei 1868 Kebun Raya Bogor secara resmi terpisah pengurusannya dengan halaman Istana Bogor.
Kebun Raya Bogor selalu mengalami perkembangan yang berarti di bawah kepemimpinan Dr. Carl Ludwig Blume (1822), JE. Teijsmann dan Dr. Hasskarl (zaman Gubernur Jenderal Van den Bosch), J. E. Teijsmann dan Simon Binnendijk, Dr. R.H.C.C. Scheffer (1867), Prof. Dr. Melchior Treub (1881), Dr. Jacob Christiaan Koningsberger (1904), Van den Hornett (1904), dan Prof. Ir. Koestono Setijowirjo (1949), yang merupakan orang Indonesia pertama yang menjabat suatu pimpin lembaga penelitian yang bertaraf internasional.
Setelah kemerdekaan, tahun 1949 ‘Slands Plantentiun te Buitenzorg’ berganti nama menjadi Jawatan Penyelidikan Alam, kemudian menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LLPA) dipimpin dan dikelola oleh bangsa Indonesia, Direktur LPPA yang pertama adalah Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Pada waktu itu LPPA punya 6 anak lembaga, yaitu Bibliotheca Bogoriensis, Hortus Botanicus Bogoriensis, Herbarium Bogoriensis, Treub Laboratorium, Musium Zoologicum Bogoriensisi dan Laboratorium Penyelidikan Laut.Untuk pertama kalinya tahun 1956 pimpinan Kebun Raya dipegang oleh bangsa Indonesia yaitu Sudjana Kasan menggantikan J. Douglas.
Pendirian Kebun Raya Bogor bisa dikatakan mengawali perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Dari sini lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub (1884), dan Museum dan Laboratorium Zoologi (1894).
Udah ah, puyeng data-data tersebut disarikan dari brosur Kebun Raya dan situsnya teamtouring.net
Ga kerasa di dalam lebih dari satu jam kami, yang bikin lama adalah kami disesatkan oleh keinginan kami untuk melihat Bunga Bangkai atau Raflesia Arnoldi yang termasyur itu. Selain disesatkan oleh keinginan kami, kamipun disesatkan oleh papan petunjuk yang tidak ada juntrungan waktu diikuti (atau kami yang salah membaca tanda..?? ^^). Sebelum keluar dari Kebun Raya kami sempatkan untuk mampir ke Museum Zoologi, sayang gratis ini...^^
0 comments:
Post a Comment