Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Bandung

Bukan Sebuah Catatan Perjalanan
Setelah beberapa kota dan kabupaten dijalani, kamipun berfikir apa yang akan kami tulis untuk kota ini. “Apa” yang kami maksudkan disini adalah wujud kebingungan kami dalam arti dari mana kami memulainya. Kami hidup dan menetap di Bandung belum lama memang, kurang lebih 2 tahun kami menetap di Bandung, dan dalam kurun waktu tersebut begitu banyak waktu yang terasa menguap begitu saja ketika ditanya apa yang kalian ketahui tentang Bandung. Sebagai wujud sumbangsih kami akan kota ini, maka akan coba kami tulis tentang Bandung, tapi tidak dalam wujud sebuah catatan perjalanan. Kami akan menceritakan Bandung dengan gaya kami yang semoga bisa dimengerti. Tapi, kami tidak akan meninggalkan pakem tulisan kami, untuk menyertakan sejarah dan bagaimana rute menuju tempat-tempat yang kami sebutkan tersebut dengan cara kami, cara pejalan kaki. 


Sejarah Bandung
Bandung sedang tidak bagus akhir-akhir ini, hujan turun tanpa henti tiap hari, menjadi masa-masa sulit bagi kami, para manusia pejalan kaki. Karena dengan hujan datang, tak banyak cerita bisa kami berikan, tapi hujan adalah anugerah, maka mari kita mulai tulisan ini dengan sejarah. Berbicara tentang sejarah Bandung, mau tidak mau kita belajar tentang geologi (ouw…ilmu yang sangat digemari salah satu anggota kami, sampai dia punya julukan si “muka geologi”…siapakah dia? Lambat laun kalian akan mengenalnya dengan mengikuti tulisan kami^^). Kenapa begitu? Bandung merupakan kota yang terbuat dari hasil sebuah proses geologi yang panjang dan lama. Kami mencoba untuk meringkasnya dari buku om Sudarsono Katam Kartodiwirio dan kumpulan tulisan Her Suganda, semua buku tersebut tentang Bandung, buku tersebut kami tuliskan kembali dengan bahasa yang ala kadarnya. Begini ceritanya.
Sekitar 23 – 17 juta tahun yang lalu, pulau Jawa yang kita kenal sekarang berada di bawah permukaan laut (walaupun prediksinya kita akan kembali di bawah permukaan laut beberapa tahun ke depan). Buktinya dapat dilihat di perbukitan kapur Citatah – Rajamandala (kalau kawan-kawan pergi ke Cianjur dari Bandung seperti yang kami ceritakan dalam edisi sebelumnya, di kanan kiri jalan akan melihat perbukitan kapur yang cantik itu), perbukitan itu konon adalah endapan hasil binatang laut. Dalam perkembangannya sampai sekitar 5 – 1,8 juta tahun yang lalu struktur yang berada di bawah permukaan laut tersebut semakin terangkat ke permukaan dan membentuk gugusan karang dan gunung berapi. Aktivitas-aktivitas tersebut salah satunya aktivitas vulkanik yang akhirnya membentuk gunung api sunda sekitar 500.000 tahun yang lalu dengan ketinggian 3000 – 4000 meter di atas permukaan laut (wew, tertinggi di pulau Jawa tuh, Puncak Mahameru Gunung Semeru aja tingginya kurang dari 4.000 meter). Layaknya sebuah bisul yang siap pecah, Gunung Sunda akhirnya meletus dan meninggalkan sisa jajaran perbukitan Bandung Utara dan Timur serta kaldera (kawah besar) yang merupakan cikal bakal wilayah cekungan Bandung sekarang. Sisa-sisa kehebatan Gunung Sunda masih bisa dilihat di Situ Lembang yang berdindingkan batu setinggi 200 – 300 meter d sisi barat dan utara. Selesaikah proses tersebut? Belum ternyata saudara-saudara. Kami lanjutkan dalam paragraf selanjutnya….^^
Pada era yang sama dengan Gunung Sunda terjadi patahan di sekitar Lembang yang kini dikenal dengan istilah Patahan Lembang sepanjang 22 kilometer dengan lebar 300 meter dan kedalaman 450 meter memanjang dari arah barat ke timur, membentang dari Cisarua (Lembang) ke Gunung Manglayang. Sekitar 125.000 – 20.000 tahun yang lalu letusan gunung Tangkuban Perahu mengisi patahan tersebut dengan lavanya sehingga mengalami pendangkalan. (berarti Tangkuban Perahu menurut sudut pandang Geologis tercipta lebih dari 125.000 tahun yang lalu, paling tidak 200.000 – 300.000 tahun yang lalu lah. Nah kalo dihubungkan dengan legenda Sangkuriang, apakah pada era 200.000 – 300.000 tahun yang lalu orang sudah mengenal peradaban berupa tulisan? Atau kalaupun diceritakan tutur tinular (turun temurun) apakah cerita 200.000 tahun yang lalu sama dengan apa yang kita terima sekarang tanpa ada tulisan yang mengingatkan kalau seandainya cerita tersebut lupa? Missing link kami kira, tapi itulah sepertinya budaya kita dari dulu, penuh dengan legenda yang hampir jalan ceritanya sama tanpa kita tahu mana yang lebih dulu dan siapa mencontek siapa….^^). Dan sekitar 125.000 tahun yang lalu pula, aliran lahar Tangkuban Perahu menyumbat sungai Citarum Purba di utara Padalarang sehingga terbentuklah Situ Hyang atau dikenal dengan Danau Purba Bandung di Cekungan Bandung yang terbentang dari Cicalengka di timur sampai Padalarang di barat dan dari Bukit Dago di utara sampai Soreang di selatan. Letusan Tangkuban Perahu 55.000 tahun yang lalu membawa materiil yang menutupi sisi timur pematang tengah Situ Hyang sehingga terjadi penyempitan dan seakan-akan danau terpisah menjadi dua dan saling berhadapan (dua danau yang saling berhadapan ini dalam bahasa Sunda disebut Ngabandung yang beberapa kalangan menyatakan sebagai salah satu asal usul nama Bandung).
Air dalam Situ Hyang tersebut lambat laun menyusut (atau lebih tepatnya keluar) melalui curug (air terjun) dan melalui sungai bawah tanah Sangiangtikoro yang kemudian kering dan menjadi dataran tinggi Bandung saat ini. Namun itu semua hanyalah teori yang masih perlu diuji kembali kebenarannya, anging Gusti Allah SWT nu uninga (hanya Allah yang tahu…). Itulah sekilas kontur Bandung yang kita kenal saat ini. Bagaimana dengan sejarah peradabannya, yuuuk mari kita cari tahu bersama-sama.


0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat