Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Cadas Pangeran

Cadas Pangeran
Bingung mau disisipkan di mana tulisan tentang Cadas Pangeran ini, akhirnya kami sisipkan antara Loji dan Monumen Lingga saja mengingat urutan arahnya memang seperti itu. Begini cerita kawan, di Cadas Pangeran inilah konon terjadi semacam kesepakatan antara Pangeran Kornel (Pangeran Koesoemah Dinata IX) dengan Daendels tentang pengerjaan jalan raya Pos, Anyer – Panarukan. Pengerjaan jalur ini dimulai pada tahun 1811 dan selesai tahun 1812. Karena Sumedang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Belanda, maka Belanda memerintahkan untuk kerja paksa para penduduk pribumi dalam mengerjakan proyek jalan raya pos ini. Luar biasa, gunung dibelah menjadi jalan yang masih berfungsi sampai sekarang.

Di Cadas Pangeran tersebut terdapat patung dan monumen (atau prasasti tepatnya) yang menunjukkan kesepakatan antara Pangeran Kornel dan Daendels. Dalam patung tersebut, dan beberapa diorama yang dapat dilihat di museum-museum, peristiwa Cadas Pangeran ini digambarkan, Pangeran Kornel bersalaman dengan Daendels tapi menggunakan tangan kiri, sedangkan tangannya memegang keris, yang jika ditafsirkan artinya, “bolehlah kita sepakat sekarang, tapi ingat, keris ini siap menusukmu kalau ada apa-apa dengan rakyatku” (mungkin kira-kira begitulah maksud Pangeran Kornel tersebut). Namun, karena kerja paksa dan tanpa upah tersebut banyak korban meninggal dunia, beberapa sumber menyatakan kurang lebih 5000 orang meninggal karena sulitnya medan yang dihadapi di daerah Cadas Pangeran ini. Gunung di belah hanya menggunakan alat seadanya, tanpa upah tanpa makan dan bekerja siang malam.

Di Cadas Pangeran ini ada dua jalur sebetulnya, jalur atas dan jalur bawah. Ada rambu-rambunya kalo dari arah Bandung bisa melalui atas tapi dari arah Sumedang dilarang lewat atas. Tapi rambu-rambu tersebut tidak berfungsi nampaknya, mengingat ketika kami di atas kendaraan lalu lalang dari dua arah, baik dari Bandung maupun dari Sumedang. Jalur asli yang dibuat pada tahun 1811 itu yang atas, namun karena kondisinya mengkhawatirkan (kekhawatiran longsor) akhirnya dibuatlah jalur yang bawah itu. Konon, pemerintah setempat berusaha untuk merekonstruksi jalur yang di atas, namun konstruksinya tidak memungkinkan sehingga mengakibatkan kelongsoran di jalur bawah. Untuk menghindari semakin kacaunya kondisi jalan, sebelum memasuki Cadas Pangeran ini terdapat beberapa bangunan beton penahan longsor yang kalau kami lihat nampaknya tidak terlalu berfungsi, bagaimana tidak, bangunan tersebut hanya berwujud tiang-tiang di bagian kaki bukit, nah kalau yang longsor yang atas kan tetep aja ketimpa yang bawah…

Di sekitar Cadas Pangeran ini, baik jalur atas maupun bawah banyak warung-warung tempat istirahat para sopir maupun pengendara kendaraan jurusan Cirebon – Bandung. Kesan pertama ketika melihat warung-warung itu adalah kesan negatif kami (prostitusi terselubung), semoga itu hanya pikiran liar kami saja, kenapa begitu? Ketika lewat di warung-warung itu penjualnya perempuan masih muda-muda n cantik-cantik euy…kenapa harus perempuan muda gitu sebagai pelayannya? bapak-bapak kek atau apa kek, karena warung-warung itu kan di tengah hutan, kesian kan kalau perempuan-perempauan muda dan cantik itu harus bekerja dari pagi hingga malam atau mungkin non stop 24 jam (biasanya warung tempat peristirahatan kendaraan jarak jauh open 24 jam)…tapi ga tau jugalah, semoga kami aja yang berfikiran buruk, aslinya tidak seperti itu. Dari Cadas Pangeran ini, kami langsung mengarah ke Gunung Kunci. Lokasinya, sebelum masuk pusat kota Sumedang, diperempatan POLRES belok kiri (ring road), kalau naik bus akan mengikuti jalur ini, tapi kalau naik angkot ga melewati jalur ini. Kalau jalan kaki dari arah perempatan ga telalu jauh, palingan 500 m. Di sebelah kanan jalan akan kelihatan sebuah bukit dengan gapura tertulis, “Selamat Datang di Gunung Kunci”

0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat